Kerajaan Sigindo Alam
Kerinci: Satu-satunya Wilayah di Sumatera yang Tidak Dikuasai Sriwijaya (Part 2)
Peperangan dengan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya yang berambisi untuk
mengukuhkan pengaruh dan kekuasaannya atas bumi Nusantara terus melakukan
ekspansi ke daerah-daerah disekitarnya dengan mengirim pasukan dan armada
perang yang tangguh. Salah satu daerah terdekat yang menjadi sasaran adalah
kerajaan Melayu.
Masih dalam abad ke 7 Masehi, ekspansi
kerajaan Sriwijaya juga dilakukan ke daerah selatan dengan menaklukkan kerajaan
Tulang Bawang di daerah Lampung. Setelah itu, kerajaan Sriwijaya mengukuhkan
pula kekuasaannya atas pulau Bangka (Prasasti Kota Kapur tahun 686 M). Ekspansi
tidak terhenti di sini, karena diteruskan ke pulau Jawa. Berbarengan dengan
ekspansi ke pulau Jawa, kerajaan Sriwijaya juga melakukan persiapan yang matang
untuk menaklukkan kerajaan Melayu. Persiapan dilakukan mengingat posisi
kerajaan Melayu yang merupakan satu kerajaan terkuat di Sumatera.
Setelah segala sesuatu dipersiapkan
dengan baik, maka penyerangan lalu dilaksanakan baik melalui darat maupun laut
terhadap daerah-daerah pusat kekuatan kerajaan Melayu. Gempuran yang dilakukan
berkali-kali dari berbagai penjuru wilayah menyebabkan kerajaan Melayu menjadi
amat kewalahan. Upaya yang melelahkan dan memakan banyak korban jiwa maupun
materi itu, akhirnya membuahkan hasil dengan takluknya kerajaan Melayu.
Diperkirakan pada sekitar pertengahan
abad ke 7 Masehi, kerajaan Sriwijaya dapat menguasai hampir sebagian besar
wilayah kerajaan Melayu. Kekalahan kerajaan Melayu telah menempatkan kerajaan
Sriwijaya tumbuh dan berkembang dengan cepat. Sama halnya dengan kerajaan
Melayu, pengaruh kerajaan Sriwijaya juga sampai ke daratan Asia Tenggara,
seperti Malaysia (Tanjung Kra), Birma, Kamboja, Annam dan kepulauan Filipina.
Dimana daerah-daerah itu sebelumnya berada dibawah pengaruh kekuasaan kerajaan
Melayu.
Ekspansi
tidak terhenti di sini saja, karena diteruskan ke daerah-daerah pedalaman pulau
Sumatera. Salah satu daerah yang menjadi sasaran adalah negara Sigindo Alam
Kerinci. Kerajaan Sriwijaya kelihatan sangat berkepentingan terhadap
negeri-negeri Sigindo, karena wilayah Alam Kerinci di bawah pemerintahan para
Sigindo selama ini diketahui sebagai daerah pemasok berbagai komoditi dagang
(kulit manis, cengkeh, emas, dll) untuk pasar manca negara.
Kerinci
Rendah di taklukkan Sriwijaya
Selama terjadi komplit antara kerajaan
Sriwijaya dengan kerajaan Melayu, pasokan komoditi perdagangan dari daerah Alam
Kerinci terasa sangat menurun. Demikian juga setelah kerajaan Sriwijaya
menaklukkan kerajaan Melayu arus barang-barang melalui daerah Jambi dan Alam
Kerinci volumenya terus berkurang. Menurunnya pasokan komoditi dagang yang
berasal dari daerah Alam Kerinci ke jalur perdagangan pantai timur Jambi
dikarenakan negeri-negeri Sigindo telah mulai mengalihkan jalur perdagangan
ekspornya ke pelabuhan-pelabuhan pantai Barat Sumatera yang kebetulan lagi
berkembang. Perubahan jalur perniagaan ini dilakukan para pedagang negeri
Sigindo atas pertimbangan keamanan yang sulit untuk diatasi. Selain itu,
kebetulan pula pelabuhan samudra di pantai Barat mulai banyak digunakan armada
dagang manca negara dari daratan India dan Asia Tenggara. Perubahan situasi ini
memberikan prospek yang cukup baik bagi negeri-negeri disekitar pantai Barat
dalam perniagaan, mengingat perairan Selat Malaka semakin tidak kondusif untuk
dilayani.
Akan tetapi kerajaan Sriwijaya
beranggapan bahwa negeri-negeri Sigindo Alam Kerinci sengaja melakukan
pembangkangan. Sebenarnya apa yang dikemukakan kerajaan Sriwijaya hanya
merupakan alasan semata. Pada hal sebenarnya kerajaan Sriwijaya berambisi
menaklukkan seluruh pemerintahan atau kerajaan-kerajaan yang terdapat
disekitarnya. Kecongkakan yang tidak bisa dibendung lagi, lalu mereka wujudkan
dengan menyerang negeri-negeri Segindo pada wilayah Kerinci Rendah. Daerah ini
merupakan wilayah yang dulunya berbatasan langsung dengan kerajaan Melayu.
Untuk menyerang Kerinci Rendah, kerajaan
Sriwijaya mengerahkan kekuatan darat dan armada lautnya. Pasukan darat
didatangkan melalui Jambi dan Rawas, sedangkan armada laut didatangkan dengan
melewati jalur sungai Batanghari, terus menelusuri sungai Batang Tembesi dan
kemudian masuk ke daerah Kerinci Rendah melalui sungai Batang Merangin.
Mengingat perahu-perahu pengangkut
pasokan sulit untuk berlayar jauh lebih ke hulu lagi menelusuri Batang Merangin
dan Matang Masumai yang dangkal dan berbatu, maka pasukan didaratkan di ujung
Muara Mesumai (Bangko). Tempat ini lalu dijadikan sebagai basis penyerangan ke
daerah-daerah Kerinci Rendah. Dari Muara Mesumai serangan pertama dilakukan
terhadap tanah Sigindo Sungai Lintang yaitu daerah di sekitar anak Sungai
Batang Lintang yang bermuara ke Batang Merangin. Wilayah yang berada di sekitar
daerah Sigindo Sungai Lintang dengan mudah dapat dikuasai. Dari sini pasukan
melanjutkan penyerangan ke daerah tanah Sigindo Timben, Pengantungan, Malgan, Semukun,
Lubuk Buluh dan tanah Sigindo Damahu. Penyerangan tahap kedua mendapat
perlawanan yang keras dari rakyat Kerinci Rendah. Namun karena pasukan
Sriwijaya dengan kekuatan yang besar dan peralatan perang yang lengkap.
Perlawanan rakyat Kerinci Rendah dapat dipatahkan. Sehingga mereka pun dapat
ditaklukkan.
Setelah menaklukkan wilayah Kerinci
Rendah, pemerintahan Sriwijaya membuat sebuah prasasti yang berupa peringatan
kepada daerah pendudukan Sriwijaya untuk selalu tunduk kepada Kerajaan
Sriwijaya. Bagi penduduk yang berniat untuk melawan pemerintahan kerajaan
Sriwijaya atau penduduk yang melakukan kejahatan akan dikutuk oleh dewa
penguasa alam. Prasasti ini dikenal dengan nama Prasasti Karang Birahi.
Prasasti
Karang Birahi ditemukan di pinggir Sungai Batang Merangin di Dusun Karang
Birahi di wilayah Kerinci Rendah, tepatnya di Kecamatan Pemenang Kabupaten
Merangin sekarang. Tempat prasasti ini berada di lebih kurang 25 km dari
Bangko, ibukota Kabupaten Merangin sekarang.
Kerinci
Tinggi tetap merdeka
Wilayah Kerinci Tinggi dikomandoi oleh
Sigindo Sigarinting. Pemerintahan Sigindo Sigarinting berlangsung dalam kurun
waktu yang cukup lama mulai dari abad ke 6 Masehi sampai dengan terbentuknya
Pemerintahaan Depati Empat Alam Kerinci. Pemerintahan Sigindo Sigarinting
seperti juga dengan sigindo-sigindo lainnya terlahir dari pertalian darah dan
perkembangan dari satu kaum yang akhirnya membentuk suatu daerah kekuasaan atas
kaum tertentu dan untuk wilayah kekuasaan tertentu. Wilayah kekuasaan Sigindo
Sigarinting terletak di wilayah Kerinci Tinggi yang berpusat di Jerangkang
Tinggi (sekitar daerah Desa Muak sekarang, di pinggir Danau Kerinci).
Sungguhpun telah berhasil menaklukkan
negeri Sigindo di daerah Kerinci Rendah dengan susah payah kemudian
menguasainya dalam waktu yang cukup lama (lebih dari 3 abad lamanya). Kemudian
timbul keinginan untuk menaklukkan seluruh negeri Sigindo Alam Kerinci tidaklah
surut. Selama ini wilayah Kerinci Tinggi belum pernah mereka taklukkan, karena
untuk menyerang daerah tersebut tidak sulit dan harus membelah hutan belantara
yang sangat ganas.
Pasukan Sriwijaya ingin masuk ke daerah
Kerinci Tinggi yang kaya dengan produk perdagangan yang sangat diminati oleh
negara luar. Disamping itu, daerah ini juga merupakan basis kekuasaan pemerintahan
negeri-negeri Sigindo. Akan tetapi menyerang Kerinci Tinggi bukanlah hal yang
mudah. Pasukan Sriwijaya menyadari bahwa mereka akan dihadapkan dengan
tentangan yang lebih berat. Perlawanan dari pasukan dan rakyat negeri-negeri
Sigindo di Kerinci Tinggi tentu akan lebih sengit. Negeri-negeri Sigindo di
Kerinci Tinggi telah siaga menyongsong kedatangan mereka. Selain itu, pasukan
Sriwijaya menyadari pula bahwa mereka akan berhadapan dengan kondisi alam yang
sangat ganas.
Setelah segala sesuatu dipersiapkan
mulai dari perbekalan, taktik dan strategi perang, maka pasukan negeri-negeri
Sigindo lalu diberangkatkan untuk menghadang musuh. Pada suatu tempat di Bukit
Malegan dekat dusun Pulau Sangkar sekarang, kedua pasukan bertemu dan
terjadilah pertempuran sengit. Pasukan Sriwijaya karena tidak menguasai medan
perang dan telah lelah melawan keganasan alam dengan mudah dapat
diporak-porandakan. Semangat membara dari pasukan negeri Sigindo beserta rakyat
disekitarnya dalam menghadapi pasukan Sriwijaya menyebabkan pasukan Sriwijaya
dapat di tumpas. Tak seorangpun dibiarkan meloloskan diri, semuanya mati dalam
pertempuran. Sebagai peringatan atas kejadian tersebut, maka tempat dimana
berlangsungnya pertempuran sengit itu, lalu diberi nama dengan Telaga Darah.
Walaupun peristiwa peperangan terjadi ratusan tahun yang silam, namun sampai
kini lokasi Telaga Darah di Bukit Melegan selalu dikenang rakyat Kerinci
sebagai tempat kemenangan pasukan Sigindo atas pasukan Kerajaan Sriwijaya.
Berita kekalahan pasukan Sriwijaya oleh
Kerinci Tinggi, kemudian diterima induk pasukan yang bermarkas di Kerinci
Rendah. Sudah barang tentu hal ini amat menyakitkan, karena tidak seorangpun di
antara mereka yang dapat kembali. Kekalahan di Telaga Darah merupakan tamparan
yang amat berat bagi kelanjutan ekspedisi pasukan Sriwijaya. Akhirnya, mereka
lau mengurungkan niatnya untuk menyerang kembali Kerinci Tinggi. Keputusan
diambil atas pertimbangan medan yang sangat berat di wilayah Kerinci Tinggi dan
kekuatan pasukan Sigindo Sigarinting dan sigindo-sigindo lain yang telah
bersatu berjuang mempertahankan wilayah Kerinci Tinggi tidak bisa diremehkan.
Sungguhpun
keinginan menyerang daerah Kerinci Tinggi tidak dilanjutkan, akan tetapi
pendudukan atas wilayah Kerinci Rendah tetap dipertahankan. Kerajaan Sriwijaya
sangat berkepentingan terhadap Kerinci Rendah, karena daerah ini sangat
potensial dalam pertambangan emas. Dalam mengukuhkan kerajaan Sriwijaya, daerah
Kerinci Tinggi tidak pernah dapat ditundukkan, sehingga daerah Kerinci Tinggi
adalah satu-satunya wilayah di Sumatera yang tidak pernah takluk oleh kerajaan
Sriwijaya (sampai abad ke 9 Masehi, Kerajaan Sriwijaya berakhir). Semenjak itu
Kerinci Tinggi secara turun temurun diperintah oleh siapa saja yang diangkat
oleh masyarakat adat untuk silih berganti menyandang gelar Sigindo Sigarinting
sampai pada abad ke 13 Masehi.
Dikutip:
http://oediku.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar